Saturday, July 24, 2010

Tenganan, Desa adat yang teguh - Tenganan, villages with a strong culture

Tenganan, a village of Bali's oldest and original that stands firmly between two hills in the region of Karangasem. The village is so firmly hold the customary norms that are passed from generation to generation.
Tenganan village who maintain tradition and culture are need to follow become an to save, preserve, and maintain the customs, culture, and identity of the Balinese people not to fade and disappear replaced by foreign culture that damaging. Indigenous culture that still maintained its continuity is now bringing sweet fruit of the tourism industry. Those who live by the result of natural hazards can now sell souvenirs such as traditional fabrics called "Kain Pageringsingan" and statue, also traditional painting from palm leaves.
The photographers had come to capture the nature and culture. Spred trought the world and create more and more tourists flocked to see Tenganan Village, including my self.

Selain sebagai wedding photograper/ prewedding photographer, saya juga sangat tertarik untuk hunting Kegiatan budaya, salah satunya adalah Perang pandan di desa Tenganan.
Tenganan, sebuah desa tertua dan asli bali itu beridiri kokoh diatara dua bukit di daerah Karangasem. Desa ini begitu memegang teguh norma-norma adat yang diwariskan secara turun temurun. keteguhan desa Tenganan didalam mempertahankan adat dan budaya perlu kita tiru untuk menyelamatkan, melestarikan, dan mempertahankan adat, budaya, dan jati diri kita sebagai orang Indonesia agar tidak luntur tergantikan budaya asing yang negatif dan cenderung merusak.
Budaya asli yang masih terjaga dengan baik kini berbuah manis dalam bidang pariwisata. mereka yang hidup dari hasil alam kini bisa berjualan suvenir seperti kain Pageringsingan, patung, dan lukisan daun lontar.
Para fotografer pun berdatangan dan mengabadikan keunikan desa Tenganan dan menyebarkannya keseluruh dunia. Sehingga membuat para turis semakin berbodong-bondong datang ingin menyaksikan sendiri keunikan desa Tenganan, termasuk saya.


Nice quiet village

Simple activity, taking water from water resources


Come home with Victory

Village Woman sat stunned

Village Woman sat stunned

Village girls with umbrella

Grandmother and her beloved grandchild

Village man's activity with pig and fire.

Cocking time

Cocking time

Woman prepare the offering

Sacred buffalo belongs to the village

An interest tourist

Son and father with their champ

A man with cock

Stressful time for children, prepare for the Pandan fight

painful picthing

Fight with samile

Special color edition only for showing the blood.

Pain

Tourists also joined

Too emotional

No hard feeling after the fight


Too little infomation that I can show you. Please visit the Village by your self. The Pandan fight only once every one year, between June and July. Cheers...

Wednesday, July 21, 2010

Balinese Funeral Ceremony- Upacara Kematian

Tidak semua orang yang meninggal akan segera di kremasi/ di aben. Sebagian besar kawasan di Bali menganut paham kremasi masal/ Ngaben masal yang diselenggarakan setiap 5-10 tahun sekali bersama-seam oleh suatu desa. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya upacara. namun lain halnya dengan masyarakat yang berkasata tinggi dan memiliki dana yang berlebih, mereka cenderung melaksanakan ngaben secara pribadi dan bahkan besar-besaran. Berikut ini beberapa gambar mengenai proses penguburan jenasah bagi daerah yang menganut paham ngaben masal, sehingga orang yang abu meninggal dikuburkan dulu sebelum di kremasi di tahun yang telah ditentukan oleh desa. Istilah penguburan ini dikenal sebagai "mekingsan di pertiwi"/ di titip di tanah.

Para anak cucu datang melayat, namun tidak semua dirundung kesedihan karena keluarga telah merelakan kepergian sang kakek.

Warga desa membantu persiapan tanpa pamrih

Banyak juga orang-orang tua yang hadir untuk menyaksikan si meninggal untuk terakhir kalinya.

Sesajipun disiapkan untuk mengantar kepergian sementara si meninggal sebelum akhirnya di kremasi pada tahun yang telah ditentukan.

Si meninggal di angkat ke panggung di halaman untuk dimandikan oleh keluarga.

Anak cucu mulai memandikan jenasah dengan air dan bunga pengharum.

Tetangga dekat pun ikut memandikan sebagai bentuk solidaritas antar warga.

Si meninggal kemudian di dandani dengan pakaian adat Bali, dan terakhir dibungkus kain kasa dan tikar.

Para pelantun tembang kematian menambah haru suasana.

Kuku kaki dan tangan dibersihkan secara simbolis sebagai makna pembersihan total.

Peti mati di gotong oleh sanak keluarga menuju kuburan/ Setra.


Peti diturunkan ke liang lahat dengan tali dari bambu.



Peti matipun di kubur oleh keluarga, kini menunggu waktu yang tekah ditentukan untuk membongkarnya kembali guna upacara kremasi/ Ngaben.


Wedding